Td masa kelas Tasawwur Islam, Ustazah ada mendeklamasikan 1 puisi. Tajuk nye "Susahnya Menjaga Hati". Best pulak dngar ustazah baca puisi 2. Puisi ni pon best, sentap jugak la dngar. Huhu.. Balik hostel je terus aku cari puisi ni kat internet n jumpa. Tak tau la pulak ia nye karya siape.. Tp xsempat nk post siang td sb agak busy skrng. So lewat2 mlm mcm ni [jam sekarang dh 1:30am] la dapat mencuri masa utk aktiviti2 mcm ni.. Hehe..
Korang baca, hayati n fahami lah.. Moga dapat menjadikan iktibar dam pedoman.. InsyaAllah...[ puisi ni agak panjang sikit, tp berbaloi membacanye ] ^_^
Susahnya Menjaga Hati, Raja Diri
Susahnya menjaga hati.
Sedangkan ia adalah tempat pandangan Allah.
Ia merupakan wadah rebutan di antara malaikat dan syaitan.
Masing-masing ingin mengisi. Malaikat dengan hidayah, syaithan dengan kekufuran.
Bila tiada hidayah, ada ilmu pun tidak menjamin dapat selamat, sekalipun ilmu diperlukan.
Susahnya menjaga hati. Bila dipuji, ia berbunga. Terasa luar biasa.
Bila dicaci, aduh sakitnya. Pencaci dibenci. Bahkan berdendam sampai mati.
Bila berilmu atau kaya, sombong mengisi dada.
Jika miskin atau kurang ilmu. Rendah diri pula dengan manusia.
Adakalanya kecewa. Kemuncaknya putus asa.
Pada takdir yang menimpa, kita susah untuk redha.
Ujian yang datang, sabar tiada. Jiwa menderita.
Melihat kelebihan orang lain, hati tersiksa.
Kesusahan orang lain, hati menghina. Bahkan terhibur pula.
Suka menegur orang, tapi bila ditegur hati luka.
Aduh susahnya menjaga hati. Patutlah ia dikatakan raja diri.
Bukankah sifat sombong pakaian Raja?!
Bukan mudah menahan marah apabila orang marah kepada kita atau orang membuat kesalahan kepada kita.
Bukan mudah tidak membalas terhadap orang yang menganiaya dan memfitnah kita.
Sedangkan mereka menyusahkan kita, dan kita pun menderita dibuatnya.
Tidak mudah menahan perasaan hati agar tidak berbunga ketika ada orang memuji kita.
Apakah kita boleh menolak pujian itu dengan rasa hati bahwa kita tidak layak menerimanya?
Tidak mudah, biasanya hati sedap dan berbunga rasanya.
Apabila kita berhadapan dengan orang serba istimewa, ada yang kaya, berjabatan tinggi, tinggi ilmunya sedangkan kita orang biasa saja, biasanya kita inferiority complex dibuatnya, malu pun timbul.
Dapatkah kita merasa biasa saja, tidak terasa apa-apa?
Yang penting kita dengan Tuhan ada hubungan senantiasa, takut dan cinta.
Terasa bahagia dengan Tuhan, rasa senang dengan-Nya, yang lain tidak ada arti apa-apa.
Apakah mudah hati kita menahan derita bila mendapat bala bencana?
Tidak mudah, biasanya hati kita derita dibuatnya.
Kita rasa kecewa, kita rasa orang yang malang hidup di dunia.
Kita tidak dapat hubungkaitkan dengan hikmah dan didikan Tuhan kepada kita.
Bahkan biasanya selalu saja buruk sangka dengan Tuhan yang melakukannya.
Hati kita rasa bahwa tidak semestinya Tuhan menyusahkan kita.
Begitu jugalah kalau kita orang istimewa, berilmu, berjabatan tinggi, kaya!
Biasanya rasa megah datang tiba-tiba, sombong pun berbunga, mulailah kita menghina.
Hidup kita pun mulailah berubah, sebelumnya beragama lupa agama.
Kalau dahulu dapat bergaul dengan orang biasa, sekarang kawan kita golongan atas saja.
Hendak bergaul dengan orang biasa seperti dahulu rasa jatuh wibawa.
Begitulah hati manusia sentiasa berubah-ubah apabila berubah keadaan.
Karena itulah kita disuruh berdoa:
“Ya Allah tetapkanlah hati kami di atas agama-Mu, dan mentaati-Mu.”
Susahnya menjaga hati.
Sedangkan ia adalah tempat pandangan Allah.
Ia merupakan wadah rebutan di antara malaikat dan syaitan.
Masing-masing ingin mengisi. Malaikat dengan hidayah, syaithan dengan kekufuran.
Bila tiada hidayah, ada ilmu pun tidak menjamin dapat selamat, sekalipun ilmu diperlukan.
Susahnya menjaga hati. Bila dipuji, ia berbunga. Terasa luar biasa.
Bila dicaci, aduh sakitnya. Pencaci dibenci. Bahkan berdendam sampai mati.
Bila berilmu atau kaya, sombong mengisi dada.
Jika miskin atau kurang ilmu. Rendah diri pula dengan manusia.
Adakalanya kecewa. Kemuncaknya putus asa.
Pada takdir yang menimpa, kita susah untuk redha.
Ujian yang datang, sabar tiada. Jiwa menderita.
Melihat kelebihan orang lain, hati tersiksa.
Kesusahan orang lain, hati menghina. Bahkan terhibur pula.
Suka menegur orang, tapi bila ditegur hati luka.
Aduh susahnya menjaga hati. Patutlah ia dikatakan raja diri.
Bukankah sifat sombong pakaian Raja?!
Bukan mudah menahan marah apabila orang marah kepada kita atau orang membuat kesalahan kepada kita.
Bukan mudah tidak membalas terhadap orang yang menganiaya dan memfitnah kita.
Sedangkan mereka menyusahkan kita, dan kita pun menderita dibuatnya.
Tidak mudah menahan perasaan hati agar tidak berbunga ketika ada orang memuji kita.
Apakah kita boleh menolak pujian itu dengan rasa hati bahwa kita tidak layak menerimanya?
Tidak mudah, biasanya hati sedap dan berbunga rasanya.
Apabila kita berhadapan dengan orang serba istimewa, ada yang kaya, berjabatan tinggi, tinggi ilmunya sedangkan kita orang biasa saja, biasanya kita inferiority complex dibuatnya, malu pun timbul.
Dapatkah kita merasa biasa saja, tidak terasa apa-apa?
Yang penting kita dengan Tuhan ada hubungan senantiasa, takut dan cinta.
Terasa bahagia dengan Tuhan, rasa senang dengan-Nya, yang lain tidak ada arti apa-apa.
Apakah mudah hati kita menahan derita bila mendapat bala bencana?
Tidak mudah, biasanya hati kita derita dibuatnya.
Kita rasa kecewa, kita rasa orang yang malang hidup di dunia.
Kita tidak dapat hubungkaitkan dengan hikmah dan didikan Tuhan kepada kita.
Bahkan biasanya selalu saja buruk sangka dengan Tuhan yang melakukannya.
Hati kita rasa bahwa tidak semestinya Tuhan menyusahkan kita.
Begitu jugalah kalau kita orang istimewa, berilmu, berjabatan tinggi, kaya!
Biasanya rasa megah datang tiba-tiba, sombong pun berbunga, mulailah kita menghina.
Hidup kita pun mulailah berubah, sebelumnya beragama lupa agama.
Kalau dahulu dapat bergaul dengan orang biasa, sekarang kawan kita golongan atas saja.
Hendak bergaul dengan orang biasa seperti dahulu rasa jatuh wibawa.
Begitulah hati manusia sentiasa berubah-ubah apabila berubah keadaan.
Karena itulah kita disuruh berdoa:
“Ya Allah tetapkanlah hati kami di atas agama-Mu, dan mentaati-Mu.”
P/S: Renung2kan... :)